Obat Selingkuh
Kerap ada yang bertanya, apa
pendapat saya tentang laki-laki dan perempuan yang berselingkuh. Saya
bilang, biasa saja. Maksud saya, saya tidak takjub dan juga tidak heran
secara berlebihan. Biasa saja.
Ketika pasangan saya
berselingkuh, saya pernah menangis, menderita dan marah. Saya mengira
lelaki saya tersesat dan saya ini sudah lurus. Namun, pelan-pelan saya
belajar sesuatu dan mengerti bahwa sejatinya, kami sama-sama tersesat.
Saya dan dia sama-sama kehilangan jalan pulang.
Dia tersesat entah kemana. Dan saya? Saya menuhankan dia, menggusur
Tuhan dari kursiNya dan mengganti Tuhan dengan pasangan saya. Saya
merasa bahwa hilangnya dia akan hilang segala saya. Saya bahkan “lupa
berandai-andai”, bagaimana bila sampai saya kehilangan Tuhan. “Bagaimana
bila Tuhan meninggalkan saya” tidak pernah sekalipun saya pertanyakan.
“Ia yang menderita
(ditinggalkan pasangan) adalah ia yang ketakutan”, kata guru. Saya
memeriksa diri secara mendalam agar saya menemukan apa sejatinya yang
saya takutkan itu. Dan benar apa yang dikatakan guru.
- Saya ketakutan kehilangan pendapatan, saya takut pendapatannya dibagi-bagi…padahal pendapatan hanyalah salah satu saja bentuk dari rejeki..dan rejeki itu bersumber dari Yang Maha Memberi Rejeki. Dia hanya lantaran/jalan saja.
- Saya ketakutan kehilangan kekuatan, padahal saya gemar menasehati orang bahwa sumber kekuatan dan sumber dari segala sumber energy adalah Yang Maha Memiliki Kekuatan,
- Saya takut hidup sendirian, padahal sejatinya saya tidak pernah sendirian. Ada teman Yang Maha Setia, yang kesetiaannya tidak perlu saya pertanyakan. Yang “telinganya” sanggup mendengar apa saja yang saya ceritakan. Yang uluran tangannya siap saya pegangi setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik.
- Saya ketakutan kehilangan “seonggok daging” yang juga mengandung daya bebas. Sementara saya suka berceramah bahwa Allah itu Yang Maha Berhak atas saya dan dia.
- Saya merasa ketakutan kehilangan teman berhubungan badan. Saya kurang mengerti bahwa sejatinya, cinta dan berhubungan badan adalah dua hal yang berbeda. Love dan making love itu tidak sama. Dan..hidup tidaklah identik dengan sexualitas. Sex hanya sebagian kecil dari kegiatan kehidupan. Sex hanya sedikit saja bagian dari kegiatan cinta dan kecintaan. Masih banyak kegiatan-kegiatn lain yang maha luas yang merupakan manifestasi dari cinta dan kecintaan.
Ketika saya sadari
ketakutan-ketakutan yang menggelikan itu, saya mulai bergerak “ke
dalam”. Kegiatan ini memberitahu saya cara-cara melihat arah yang jelas
kemana saya harus berjalan. Kegiatan ini menuntun saya kembali pulang
dari “ketersesatan”.
Sejak hari itu saya
tidak pernah takut kehilangan. Termasuk kehilangan pasangan. Saya tidak
pernah lelah berbagi tentang penting dan indahnya mencintai tanpa
syarat.
Bagi yang malas mengadakan perjalanan ke dalam,
ini memang sulit. Saya mengerti dan sangat maklum. Saya pernah
mengalami menjadi orang yang malas berpikir. Saya juga pernah malas
mengadakan perjalanan ke dalam. Saya pernah mencintai dengan penuh
syarat, penuh harapan akan balasan-balasan tertentu, termasuk balasan
kesetiaan. Dan hasilnya? Memang penderitaan/ketidakbahagiaan.
Tentang penderitaan
akibat mencintai dengan penuh syarat dan tentang indahnya cinta tanpa
syarat bisa dihayati pada pertanyaan ini:
“Siapa yang sanggup menyakitimu sehebat itu selain dari orang yang kau cintai dengan penuh syarat?”
Atau pada pernyataan ini:
“Hanya orang yang kau cintai dengan penuh syarat yang punya kesanggupan menyakitimu sehebat yang kamu rasakan”
Terima kasih sudah membaca. Terima kasih Allah Yang Maha Kuasa. Terima kasih kepada semua yang menginspirasi. Salam bahagia dan terus berkarya!
epsilon
0 komentar:
Om swastyastu