Hai Brondong! Berapa Tarifmu?

13493375621516163468
***
Minggu sore di sebuah caffe. Seorang wanita tengah bersantai di salah satu pojokanya. Dialah Kasandra . Usianya telah  menginjak kepala empat. Dandanan menornya nampak jelas di bawah lampu yang tak terlalu terang, gincu tebalnya nampak mengkilap. Rambut aslinya tak kelihatan, karena di tutup dengan wig berwarna burgundy, panjangnya sepinggang.
Tas bermerk ada di kursi sebelahnya, secangkir kopi hangat terpampang di hadapanya dengan dua potong croissant. Tanganya sibuk dengan gadget mewah ditangannya. Sepuluh menit berlalu, seseorang datang dihadapannya. Seseorang yang sudah pasti ia sangat kenal. Namanya Karolina.
“Gimana Jeng? Udah dapat info tentang bronjez yang ku mau itu??” Tak sabar Kasandra membuka obrolan.
Sorry Jeng, baru sedikit info yang ku dapat. Namanya Rako. Usianya 23 tahun, masih kuliah di sebuah universitas swasta. Dia hidup di Jakarta kost bareng temen-temennya. Nyambi kerja sebagai bartender di sebuah bar. Kabarnya memang nerima “orderan”, tapi aku belum tanya langsung, katanya lumayan susah mengajaknya kencan, pelan-pelan dan sabar saja Jeng”. Cerocos Karolina. Wanita sebayanya yang bekerja sebagai penyalur jasa sex bagi kaum jetzet. Sejenak ia membuka tasnya, mengambil sebuah kaca dan memoleskan gincu berwarna merah anggur di bibirnya.
“Ok. Jangan lupa segera kabari ya Jeng? Berapapun tarifnya akan ku bayar….” Bisik Kasandra, dengan kedipan sebelah matanya.
Karolina mengangguk, kemudian beranjak dengan senyum misterius di bibirnya. Tangan kanannnya meremas sebuah foto seorang pria paruh baya, kemudian membuangnya di tempat sampah.
“Hai brondong, kau kini akan menjadi rebutan!” Batinnya.
***
“Hai Brondong, berapa tarifmu? Berapapun akan aku bayar. Asal kau mau menemainku berkencan. Benarkah sebegitu susahnya berkencan denganmu? Bukankah kita saling membutuhkan?  Kau butuh uang? Aku butuh teman kencan. Mengusir sepi hariku yang terasa amat panjang. Aku Kasandra wanita yang dirundung kebosanan. Sudah dua minggu aku tak memiliki teman kencan. Aku ingin kamu sayang…”
Wanita itu terbaring di ranjang dengan memandangi layar HP nya. Sebuah foto brondong idaman yang ia gadang-gadang menjadi teman kencan ia pandangi tanpa berkedip.
“Aku rindu kehangatan….” Desahnya.
Namanya Kasandra. Pemilik perusahaan yang diwariskan mendiang ayahnya. Suaminyalah yang kini mengelolanya, ia sendiri lebih suka berfoya-foya, uang mengalir setiap hari ke dalam rekeningnya. Tanpa susah - susah memutar kepala.
Dulu menikah karena terpaksa, ia malas duduk manis dibelakang meja menggantikan posisi ayahnya. Akhirnya sang ayah menikahkannya dengan seorang direktur di perusahaanya. Tak ada cinta. Tapi tak mengapa, Kasandra bisa mencari cinta-cinta lainnya. Sementara sang suami bisa menikmati posisi yang diidamkanya, juga harta yang kini ada di depan mata. Dua anak sudah mereka punya, mereka kini  sekolah di Amerika.

“Rumah tangga tanpa cinta memang ibarat taman tanpa bunga. Aku Kasandra. 20 tahun menikah tapi tanpa cinta. Dua anak yang kami punya anggap saja karena terpaksa. Yang penting aku masih tetap bebas melanglang buana. Tanpa perlu susah-susah bekerja. Aku bisa membeli apa saja yang ku suka. Uang dollarpun tak terhitung serinya.
Apakah aku istri durhaka?? Mungkin saja iya. Tapi ia juga tak pernah memberiku kehangatan yang kubutuhkan. Ia sibuk bekerja. Memajukan perusahaan hingga cabangnya di mana-mana. Yang penting aku tak pernah marah-marah padanya. Pergi kerja aku siapkan segalanya. Kemeja. Jas. Dasi. Sepatu juga celana. Bonus satu kecupan palsu di bibirnya. Sepertinya ia telah menganggap aku istri yang sempurna…”
***
“Hai Brondong, berapa tarifmu? Bukankah sudah hampir seminggu Karolina ku utus untuk mendekatimu? Mengapa tak ada kabar berita hingga aku hampir bosan menunggu?”
Jarum jam tengah menunjuk ke angka sebelas siang. Ketika Kasandra bersiap pergi dengan jaguar birunya. Belum juga sempat membuka pintu rumahnya, ketika dering HP membuyarkannya…

“Haloooo…” Kasandra menyapanya. Sebuah nomor asing yang iapun tak mengenalinya.
“Halo sayang… Saya Rako. Dapat nomor telepon ini dari Karolina. Benarkan ini Kasandra? Wanita dewasa yang rupanya cantik jelita? Aku telah melihat fotomu dari HP Karolina. Katanya hari ini kau ingin ku temani belanja?? Katanya setelah itu kau ingin ku temani makan di restorant ternama?? Benarkah demikian adanya??

Suara di seberang sana membuat jantung Kasandra serasa berlompatan keluar. Panas di luar sana tak lagi terasa baginya. Sebuah senyum mengembang dari bibir merahnya. Hawa sejuk serasa merasuk ke seluruh pori-porinya.

“Hai sayang… Aku sangat senang akhirnya kita bisa berkenalan. Di mana kamu berada sekarang? Aku akan jemput kamu dan kita akan jalan-jalan. Aku akan membelikan apapun yang kau inginkan. Asalkan kau mau memberikan kesenangan. Menemaniku seharian. Belanja. Jalan-jalan. Makan. Mau kan sayang??”
“Kasandra sayang… Apa yang kau inginkan akan aku berikan. Aku tunggu sekarang. Alamatku akan aku kirimkan melalui pesan. Tunggu Sebentar.”

***
Di sebuah pusat perbelanjaan. Kasandra bergelayut mesra di lengan seorang pemuda yang lebih pantas menjadi anaknya. Rako. Sementara kedua tangan Rako penuh berisi tas belanjaan miliknya. Gadget terbaru yang mahal. Baju-baju bermerk. Jam tangan. Sepatu mahal. Senyum Rako sulit disembunyikan, demikianpun kebahagiaan Kasandra yang tercermin dari rona wajahnya.
Pandangan orang di kanan dan kiri tak mereka hiraukan, yang penting hati terasa senang. Toh apa yang mereka lakukan tak merugikan orang-orang. Kini mereka telah tiba disebuah restaurant mahal, yang menyediakan makanan Jepang.

“Rako sayang… Kapan kita bisa menikmati malam berduaan? Aku bisa sewa hotel yang mahal. Aku juga akan memberimu banyak uang…. Kamu mau kan?? Mau kan??”

Sejenak Rako terdiam, ketika ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk di sana : “Malam ini oom tunggu di tempat biasa ya?? “

Rakopun memandang ke arah Kasandra, dengan senyum menggoda dibibirnya :
“Jangan sekarang sayang, masih banyak waktu yang bisa kita nikmati berduaan. Kamu mau kan bersabar??”
***
Di suatu sore. Ketika Kasandra baru saja pulang dari arisan bersama teman-temannya di Pulau Seribu, harusnya ia pulang esok hari, di ruang tamu terlihat seorang pemuda sedang duduk santai. Kasandra mendekat, rupanya orang yang ia sangat kenal, orang yang beberapa hari ini menjadi teman kencannya, tapi belum sempat memberikan kehangatan baginya, apakah ia datang untuk memberikan sebuah kehangatan yang ia idamkan???
Kasandra tersenyum mendekat…

“Rako sayang… Apa gerangan yang membawamu datang kemari? Apakah Karolina memberimu alamat rumahku ini? Kebetulan sekali, suamiku juga sedang pergi, katanya pergi meeting ke Bali, esok baru pulang ke sini. Berapa tarif yang harus aku bayar untuk satu malam nanti???”

Pemuda itu terlihat terhenyak. Tak menyangka bertemu Kasandra di rumah ini. Belum juga Rako sempat menjawab, seorang laki-laki keluar dari kamar, hanya dengan kaus oblong dan celana basket yang terlihat kedodoran. Tak kalah kagetnya ia melihat kedatangan Kasandra yang lebih awal dari dugaan.
Kasandrapun kaget bukan alang kepalang. Suami yang disangka pergi ke Bali nyatanya ada di rumah bersama Rako sang pujaan. Apa yang terjadi gerangan?? Kasandra di buat kebingungan.
Rakopun buka suara:

“Maafkan aku sayang. Aku lebih memilih Oom Burhan. Dia baik hati dan memberiku banyak uang. Ia seorang  yang sangat dermawan. Bahkan hartamu telah dialihkan atas namaku sebagian. Kami saling mencintai sejak dua tahun belakangan. YANG LEBIH PENTING, KAMI SAMA-SAMA SUKA LEWAT BELAKANG….!!!”

Burhan diam mematung ditengah kebingungan. Tak tau apa yang harus ia lakukan.
“Brakkk!”
Amarah Kasandra memuncak. Sebuah guci keramik mewah melayang di kepala Burhan, darah mengucur deras di antara batok kepalanya yang tergeletak di lantai.
Rako berdiri, hendak pergi, namun  langkahnya terhenti ketika Kasandra memanggil dan mendekitnya, kemudian membelai rambutnya.

“Mau ke mana sayang? Bukankah kita belum pernah menikmati sebuah kehangatan? Kamu mau kan? Berapapun tarifmu akan ku bayar”

Pemuda itu tersenyum sekarang. Keduanyapun berpelukan. Tanpa Rako sadari, tangan kanan Kasandra menggenggam sebilah pisau dapur yang tadi ia ambil dari meja makan. Tak pelak sebuah tusukan menghujam tepat di perutnya, Kasandra tersenyum puas ketika pemuda itu menjerit kesakitan.

“Gimana rasanya sayang?” Bisiknya.

Satu tusukan lagi ia hujamkan di dada pemuda itu tepat mengenai jantungnya. Rako pun tergeletak tak berdaya. Belum puas, kasandra kembali menghujam dada Rako dengan muka penuh amarah.
Kasandra tertawa puas. Tawanya terdengar menggema memenuhi seluruh ruangan. Kemudian ia mendekati tubuh sang suami, dengan pisau berlumuran darah masih berada ditanganya.

“Hari ini ulang tahun pernikahan kita yang ke dua puluh kan sayang?” Ucapnya.

Pisau dapur ia hujamkan ke arah tubuh Burhan berkali-kali. Sebelum akhirnya ia hujamkan ke arah tubuh sendiri…
Happy anniversary….” Gumamnya…
—–
Dibalik dinding ruangan tengah, seorang wanita tersenyum puas menonton tragedi berdarah yang ia saksikan tepat dipelupuk matanya.

“Dua puluh tahun, meski telah berlalu, tapi kau telah mengkhianati tulusnya cintaku. Aku  puas Burhan, kau mati di tangan istrimu! Terima kasih Rako, tanpa sengaja kau telah membantuku. Benar kan? Kau  menjadi rebutan? Kali ini suami istri sekaligus!” Batinnya.

Dialah Karolina…


epsilon

0 komentar:

Om swastyastu

Copyright © 2012 SANKARACARYA .