Menguak Kasus Malapraktek Ala Deddy Corbuzier
1. Ketika ditanya pertama kali oleh Deddy apakah ibu korban menandatangani surat persetujuan operasi, sang ibu menjawab tidak. Ketika ditanya kedua kali oleh Dedy apakah dia menandatangani surat tersebut, akhirnya ibu korban mengaku menandatangani, tetapi katanya dia tidak membaca isinya. Dan mungkin hanya Tuhan yang tahu, apa jawaban Ibu tersebut apabila ditanya untuk yang ketiga kalinya… (Good job Deddy,harusnya jadi penyidik aja deh)
2. Ini yang menjadi pertanyaan saya. Kenapa tidak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan malah memilih mogok. Ternyata PK sudah diajukan semenjak berbulan-bulan yang lalu. Tetapi prosesnya dinilai berbelit-belit dan akhirnya malah tidak digubris sama sekali. Padahal adalah hak setiap warga negara untuk mengajukan PK. Jadi tuntutan mogok adalah supaya dr Ayu dkk bisa diberikan izin untuk PK, bukan untuk langsung dibebaskan dari hukuman atau malah dikebalhukumkan.
3. Ternyata kendala yang banyak luput dari pemberitaan adalah di sistem administrasi. Misal, keluarga pasien diminta membeli obat untuk operasi, tetapi karena uang tidak cukup, akhirnya dilakukan negosiasi , obat bisa diambil dulu dan uang menyusul. Tapi ternyata itu membuang waktu yang sangat berharga.
4. Hasil otopsi menyatakan bahwa penyebab kematian adalah emboli yang merupakan kasus yang sangat jarang, tidak bisa diprediksi, dan bersifat fatal. Hasil otopsi ini membuat dr Ayu dkk dibebaskan karena dianggap tidak bersalah oleh Komite Kode Etik Kedokteran dan pengadilan negeri Manado. Tapi hakim MA memutuskan bersalah atas dasar tidak ada pemberitahuan kepada pihak keluarga dan tidak adanya surat persetujuan, yang akhirnya terbantahkan oleh pengakuan ibu korban via telepon.
5. Pelanggaran yang bersifat administratif seperti belum adanya surat izin praktek, seharusnya tidak dimasukkan ke hukum pidana, tapi diberikan sangsi administratif juga. Seperti dicabut izin prakteknya, tidak boleh praktek dalam jangka waktu tertentu, atau disuruh sekolah lagi.
6. Pembuatan surat izin praktek bagi residen dibuat secara kolektif oleh institusi pendidikan dan kemungkinan waktu itu belum beres, tapi rumah sakit sudah membutuhkan tenaga dokter tersebut. Jadi kesalahan ada di Institusi Pendidikan.
Clear. Saya harap banyak masyarakat yang menonton acara tersebut dan bisa mencerna dengan jernih duduk persoalannya.
Kini saatnya semua pihak introspeksi dan membenahi diri. Dokter lebih komunikatif, pasien bisa berprasangka baik, dan rumah sakit mendahulukan nilai-nilai kemanusiaan. Sudah cukup dokter dibenturkan dengan masyarakat atau terpaksa membenturkan diri dengan masyarakat supaya mendapat perhatian dari pemerintah . Karena dokter juga rakyat dan bekerja melayani rakyat, maka sudah saatnya dokter bersatu dengan rakyat. Bersama, meminta pemerintah mewujudkan system pelayanan kesehatan yang lebih baik.
epsilon
0 komentar:
Om swastyastu