Bangun Persaingan yang Sehat Bermartabat

KEHIDUPAN postmodern membawa persaingan hidup yang makin dinamis. Tingginya persaingan hidup dalam berbagai bidang kehidupan membuat setiap orang harus terus-menerus menyiapkan diri dan meningkatkan diri agar lebih siap bersaing. Dalam memenangkan suatu persaingan, ada pihak yang menempuh cara-cara yang sehat sportif dan ada juga yang tidak sehat menghalalkan segala cara.

Idealnya, hidup bersaing sesama manusia adalah bersaing saling memanusiakan. Artinya, hidup bersaing tersebut menggunakan nilai-nilai kemanusiaan sebagai dasar bersaing. Dalam kehidupan bersaing, nilai yang paling dijaga adalah nilai kemanusiaan itu sendiri. Ini artinya bersaing dalam hidup tidak boleh saling bermusuhan untuk saling menjatuhkan, apalagi saling membunuh. Bersaing saling menghancurkan dan saling membunuh hanya layak terjadi dalam habitat hewan. Pada kenyataannya dalam berbagai bidang kehidupan masih banyak terjadi hidup bersaing yang tidak sehat karena saling menjatuhkan dan saling membunuh. Hal yang demikian itulah yang masih banyak terjadi sampai dewasa ini.

Hidup bersaing dari sejak zaman dahulu sampai sekarang merupakan suatu fakta sosial yang tidak bisa dimungkiri. Dalam diri setiap orang ada nafsu distinksi yaitu nafsu yang mendorong manusia untuk berbeda dengan pihak lain dan dalam perbedaan itu mereka ingin lebih dari yang lain. Dalam Upanisad dinyatakan purusa atau unsur kejiwaan dalam diri manusia itu ada citta atau alam pikiran dengan empat sifatnya yaitu dharma, jnyana, wairagia dan aiswarya. Empat sifat citta ini dalam Wrehaspati Tattwa disebut Catur Budhi. Aiswarya sebagai unsur keempat dari Catur Budhi mendorong orang untuk berusaha terus meningkatkan dirinya ke arah yang lebih baik, lebih benar dan lebih bermanfaat bagi kemajuan hidup. Tentunya kalau dorongan aiswarya dengan nafsu distinksi yang baik, benar dan suci. Kalau dorongan aiswarya itu didominasi oleh krodha, kama dan lobha maka dorongan untuk meningkatkan diri secara baik, benar dan suci akan tersingkir. Distinksi yang didorong oleh sifat krodha, kama dan lobha akan menimbulkan persaingan hidup yang tidak sehat.

Dalam Bhagawad Gita, krodha, kama dan lobha adalah tiga pintu neraka. Tiga hal itulah yang masih banyak dijadikan dasar bersaing dalam hidup ini, disadari atau tidak.

Karena itu perlu mengubah persaingan hidup dari bersaing yang bernuansa asuri sampad atau bersaing yang bercorak keraksasaan, menuju bersaing yang bernuansa dewi sampad yaitu bersaing seperti para dewa saling bekerja sama untuk mewujudkan satyam, siwam dan sundharam yaitu kebenaran, kesucian dan keharmonisan. Bersaing mestilah berlomba untuk saling meningkatkan kualitas dan untuk saling menghidupkan dalam bidang yang berbeda-beda. Kalau bersaing di bidang bisnis dalam memproduksi barang dan jasa seharusnya berlomba membuat barang dan jasa yang berkualitas tinggi. Di samping itu efisien dalam biaya produksi, kemasannya praktis sehat dan indah, harga yang terjangkau, pelayanan yang ramah dan cepat serta hal-hal lainnya yang membawa citra bisnis itu menguntungkan semua pihak. Selain itu produksi yang dihasilkan tidak melanggar hukum, HAM, lingkungan dan ciri khas budaya. Dalam aspek-aspek itulah para pengusaha bersaing secara sportif. Artinya, kalau pada kenyataannya kalah dengan pihak lain harus secara kesatria mengakui kelebihan pihak lain dengan tulus. Di samping itu, kekalahan itu seyogianya dijadikan pengalaman berharga untuk dipelajari dan dianalisis dengan cerdas dan jujur untuk bangkit lagi memproses produksi barang dan jasa yang lebih baik dari sebelumnya. Bersahabatlah dengan pesaing yang menang. Timbalah berbagai hal yang mungkin dari pesaing yang menang itu dalam batas-batas etika moral yang berlaku. Itulah sesungguhnya dinamika dalam persaingan sehat bermartabat itu. Untuk memenangkan suatu persaingan janganlah mau menang sendiri. Demikian juga bersaing dalam bidang politik. Jangan karena punya power, lawan bersaing dipinggirkan secara total. Kalau lawan bersaing dikalahkan dalam jabatan eksekutif, cobalah menangkan dia dalam jabatan legislatif. Apalagi persaingan dalam bidang politik bukan persaingan merebut rezeki, tetapi untuk memenangkan ideologi dan gagasan atau kebijaksanaan untuk mengabdi pada masyarakat mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan yang adil.

SDM yang hidup dalam dunia persaingan tidak perlu berjuang menghendaki kedudukan dengan nyikut sesama kiri-kanan. Tetap tingkatkan profesionalisme dan kualitas moral, daya tahan mental dan dedikasi sosial sesuai dengan bidang dan minat yang dimiliki.


0 komentar:

Om swastyastu

Copyright © 2012 SANKARACARYA .