***
Minggu sore di sebuah caffe. Seorang
wanita tengah bersantai di salah satu pojokanya. Dialah Kasandra .
Usianya telah menginjak kepala empat. Dandanan menornya nampak jelas di
bawah lampu yang tak terlalu terang, gincu tebalnya nampak mengkilap.
Rambut aslinya tak kelihatan, karena di tutup dengan wig berwarna
burgundy, panjangnya sepinggang.
Tas bermerk ada di kursi sebelahnya,
secangkir kopi hangat terpampang di hadapanya dengan dua potong
croissant. Tanganya sibuk dengan gadget mewah ditangannya. Sepuluh menit
berlalu, seseorang datang dihadapannya. Seseorang yang sudah pasti ia
sangat kenal. Namanya Karolina.
“Gimana Jeng? Udah dapat info tentang bronjez yang ku mau itu??” Tak sabar Kasandra membuka obrolan.
“Sorry Jeng,
baru sedikit info yang ku dapat. Namanya Rako. Usianya 23 tahun, masih
kuliah di sebuah universitas swasta. Dia hidup di Jakarta kost bareng
temen-temennya. Nyambi kerja sebagai bartender di sebuah bar. Kabarnya
memang nerima “orderan”, tapi aku belum tanya langsung, katanya lumayan
susah mengajaknya kencan, pelan-pelan dan sabar saja Jeng”. Cerocos
Karolina. Wanita sebayanya yang bekerja sebagai penyalur jasa sex bagi
kaum jetzet. Sejenak ia membuka tasnya, mengambil sebuah kaca dan
memoleskan gincu berwarna merah anggur di bibirnya.
“Ok. Jangan lupa segera kabari ya Jeng? Berapapun tarifnya akan ku bayar….” Bisik Kasandra, dengan kedipan sebelah matanya.
Karolina mengangguk, kemudian beranjak
dengan senyum misterius di bibirnya. Tangan kanannnya meremas sebuah
foto seorang pria paruh baya, kemudian membuangnya di tempat sampah.
“Hai brondong, kau kini akan menjadi rebutan!” Batinnya.
***
“Hai Brondong,
berapa tarifmu? Berapapun akan aku bayar. Asal kau mau menemainku
berkencan. Benarkah sebegitu susahnya berkencan denganmu? Bukankah kita
saling membutuhkan? Kau butuh uang? Aku butuh teman kencan. Mengusir
sepi hariku yang terasa amat panjang. Aku Kasandra wanita yang dirundung
kebosanan. Sudah dua minggu aku tak memiliki teman kencan. Aku ingin
kamu sayang…”
Wanita itu terbaring di ranjang dengan
memandangi layar HP nya. Sebuah foto brondong idaman yang ia
gadang-gadang menjadi teman kencan ia pandangi tanpa berkedip.
“Aku rindu kehangatan….” Desahnya.
Namanya Kasandra. Pemilik perusahaan
yang diwariskan mendiang ayahnya. Suaminyalah yang kini mengelolanya, ia
sendiri lebih suka berfoya-foya, uang mengalir setiap hari ke dalam
rekeningnya. Tanpa susah - susah memutar kepala.
Dulu menikah karena terpaksa, ia malas
duduk manis dibelakang meja menggantikan posisi ayahnya. Akhirnya sang
ayah menikahkannya dengan seorang direktur di perusahaanya. Tak ada
cinta. Tapi tak mengapa, Kasandra bisa mencari cinta-cinta lainnya.
Sementara sang suami bisa menikmati posisi yang diidamkanya, juga harta
yang kini ada di depan mata. Dua anak sudah mereka punya, mereka kini
sekolah di Amerika.
“Rumah tangga
tanpa cinta memang ibarat taman tanpa bunga. Aku Kasandra. 20 tahun
menikah tapi tanpa cinta. Dua anak yang kami punya anggap saja karena
terpaksa. Yang penting aku masih tetap bebas melanglang buana. Tanpa
perlu susah-susah bekerja. Aku bisa membeli apa saja yang ku suka. Uang
dollarpun tak terhitung serinya.
Apakah aku
istri durhaka?? Mungkin saja iya. Tapi ia juga tak pernah memberiku
kehangatan yang kubutuhkan. Ia sibuk bekerja. Memajukan perusahaan
hingga cabangnya di mana-mana. Yang penting aku tak pernah marah-marah
padanya. Pergi kerja aku siapkan segalanya. Kemeja. Jas. Dasi. Sepatu
juga celana. Bonus satu kecupan palsu di bibirnya. Sepertinya ia telah
menganggap aku istri yang sempurna…”
***
“Hai Brondong,
berapa tarifmu? Bukankah sudah hampir seminggu Karolina ku utus untuk
mendekatimu? Mengapa tak ada kabar berita hingga aku hampir bosan
menunggu?”
Jarum jam tengah menunjuk ke angka
sebelas siang. Ketika Kasandra bersiap pergi dengan jaguar birunya.
Belum juga sempat membuka pintu rumahnya, ketika dering HP
membuyarkannya…
“Haloooo…” Kasandra menyapanya. Sebuah nomor asing yang iapun tak mengenalinya.
“Halo sayang…
Saya Rako. Dapat nomor telepon ini dari Karolina. Benarkan ini Kasandra?
Wanita dewasa yang rupanya cantik jelita? Aku telah melihat fotomu dari
HP Karolina. Katanya hari ini kau ingin ku temani belanja?? Katanya
setelah itu kau ingin ku temani makan di restorant ternama?? Benarkah
demikian adanya??“
Suara di seberang sana membuat jantung
Kasandra serasa berlompatan keluar. Panas di luar sana tak lagi terasa
baginya. Sebuah senyum mengembang dari bibir merahnya. Hawa sejuk serasa
merasuk ke seluruh pori-porinya.
“Hai sayang… Aku
sangat senang akhirnya kita bisa berkenalan. Di mana kamu berada
sekarang? Aku akan jemput kamu dan kita akan jalan-jalan. Aku akan
membelikan apapun yang kau inginkan. Asalkan kau mau memberikan
kesenangan. Menemaniku seharian. Belanja. Jalan-jalan. Makan. Mau kan
sayang??”
“Kasandra
sayang… Apa yang kau inginkan akan aku berikan. Aku tunggu sekarang.
Alamatku akan aku kirimkan melalui pesan. Tunggu Sebentar.”
***
Di sebuah pusat perbelanjaan. Kasandra
bergelayut mesra di lengan seorang pemuda yang lebih pantas menjadi
anaknya. Rako. Sementara kedua tangan Rako penuh berisi tas belanjaan
miliknya. Gadget terbaru yang mahal. Baju-baju bermerk. Jam tangan.
Sepatu mahal. Senyum Rako sulit disembunyikan, demikianpun kebahagiaan
Kasandra yang tercermin dari rona wajahnya.
Pandangan orang di kanan dan kiri tak
mereka hiraukan, yang penting hati terasa senang. Toh apa yang mereka
lakukan tak merugikan orang-orang. Kini mereka telah tiba disebuah
restaurant mahal, yang menyediakan makanan Jepang.
“Rako sayang…
Kapan kita bisa menikmati malam berduaan? Aku bisa sewa hotel yang
mahal. Aku juga akan memberimu banyak uang…. Kamu mau kan?? Mau kan??”
Sejenak Rako terdiam, ketika ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk di sana : “Malam ini oom tunggu di tempat biasa ya?? “
Rakopun memandang ke arah Kasandra, dengan senyum menggoda dibibirnya :
“Jangan sekarang sayang, masih banyak waktu yang bisa kita nikmati berduaan. Kamu mau kan bersabar??”
***
Di suatu sore. Ketika Kasandra baru
saja pulang dari arisan bersama teman-temannya di Pulau Seribu, harusnya
ia pulang esok hari, di ruang tamu terlihat seorang pemuda sedang duduk
santai. Kasandra mendekat, rupanya orang yang ia sangat kenal, orang
yang beberapa hari ini menjadi teman kencannya, tapi belum sempat
memberikan kehangatan baginya, apakah ia datang untuk memberikan sebuah
kehangatan yang ia idamkan???
Kasandra tersenyum mendekat…
“Rako sayang…
Apa gerangan yang membawamu datang kemari? Apakah Karolina memberimu
alamat rumahku ini? Kebetulan sekali, suamiku juga sedang pergi, katanya
pergi meeting ke Bali, esok baru pulang ke sini. Berapa tarif yang
harus aku bayar untuk satu malam nanti???”
Pemuda itu terlihat terhenyak. Tak
menyangka bertemu Kasandra di rumah ini. Belum juga Rako sempat
menjawab, seorang laki-laki keluar dari kamar, hanya dengan kaus oblong
dan celana basket yang terlihat kedodoran. Tak kalah kagetnya ia melihat
kedatangan Kasandra yang lebih awal dari dugaan.
Kasandrapun kaget bukan alang kepalang.
Suami yang disangka pergi ke Bali nyatanya ada di rumah bersama Rako
sang pujaan. Apa yang terjadi gerangan?? Kasandra di buat kebingungan.
Rakopun buka suara:
“Maafkan aku
sayang. Aku lebih memilih Oom Burhan. Dia baik hati dan memberiku banyak
uang. Ia seorang yang sangat dermawan. Bahkan hartamu telah dialihkan
atas namaku sebagian. Kami saling mencintai sejak dua tahun belakangan.
YANG LEBIH PENTING, KAMI SAMA-SAMA SUKA LEWAT BELAKANG….!!!”
Burhan diam mematung ditengah kebingungan. Tak tau apa yang harus ia lakukan.
“Brakkk!”
Amarah Kasandra memuncak. Sebuah guci
keramik mewah melayang di kepala Burhan, darah mengucur deras di antara
batok kepalanya yang tergeletak di lantai.
Rako berdiri, hendak pergi, namun langkahnya terhenti ketika Kasandra memanggil dan mendekitnya, kemudian membelai rambutnya.
“Mau ke mana sayang? Bukankah kita belum pernah menikmati sebuah kehangatan? Kamu mau kan? Berapapun tarifmu akan ku bayar”
Pemuda itu tersenyum sekarang.
Keduanyapun berpelukan. Tanpa Rako sadari, tangan kanan Kasandra
menggenggam sebilah pisau dapur yang tadi ia ambil dari meja makan. Tak
pelak sebuah tusukan menghujam tepat di perutnya, Kasandra tersenyum
puas ketika pemuda itu menjerit kesakitan.
“Gimana rasanya sayang?” Bisiknya.
Satu tusukan lagi ia hujamkan di dada pemuda itu tepat mengenai jantungnya. Rako pun tergeletak tak berdaya. Belum puas, kasandra kembali menghujam dada Rako dengan muka penuh amarah.
Kasandra tertawa puas. Tawanya terdengar
menggema memenuhi seluruh ruangan. Kemudian ia mendekati tubuh sang
suami, dengan pisau berlumuran darah masih berada ditanganya.
“Hari ini ulang tahun pernikahan kita yang ke dua puluh kan sayang?” Ucapnya.
Pisau dapur ia hujamkan ke arah tubuh Burhan berkali-kali. Sebelum akhirnya ia hujamkan ke arah tubuh sendiri…
“Happy anniversary….” Gumamnya…
—–
Dibalik dinding ruangan tengah, seorang
wanita tersenyum puas menonton tragedi berdarah yang ia saksikan tepat
dipelupuk matanya.
“Dua puluh
tahun, meski telah berlalu, tapi kau telah mengkhianati tulusnya
cintaku. Aku puas Burhan, kau mati di tangan istrimu! Terima kasih
Rako, tanpa sengaja kau telah membantuku. Benar kan? Kau menjadi
rebutan? Kali ini suami istri sekaligus!” Batinnya.
Dialah Karolina…
epsilon
3 komentar:
Om swastyastu