Saatnya Risma Kembali Fokus Bekerja

Warta Kota/Henry Lopulalan

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini usai kosultasi soal pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2014).

Pekan terakhir Februari 2014, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini boleh jadi merupakan satu-satunya orang yang paling dicari di Surabaya. Publik, terutama warga Kota Surabaya, berharap kepastian darinya, apakah ia jadi mundur dari jabatannya atau tidak?

Kabar Risma akan mundur kembali menguat pada Kamis (27/2/2014) pagi, setelah Risma dikabarkan sudah berpamitan kepada para kepala satuan kerja perangkat daerah Kota Surabaya. Namun, ia bungkam ketika dikonfirmasi wartawan pada Kamis sore. Ia memilih meninggalkan kerumunan wartawan yang masih penasaran.

Kepada Kompas, Risma menegaskan bahwa dia tidak akan mundur. Ia akan menyelesaikan masa jabatan karena dukungan dari internal dan warga semakin menguat.

Meski demikian, Risma masih menghindari wartawan selama beraktivitas pada Jumat (28/2/2014). Saat menjadi pembicara acara seminar lingkungan di Hotel Sheraton Surabaya, Risma pergi diam-diam dengan mencari pintu lain. 

Ia juga sengaja tak bekerja di Balai Kota Surabaya yang sampai diinapi wartawan dan didatangi warga yang akan memberi dukungan moral.

Baru pada Sabtu (1/3/2014), Risma muncul di hadapan media untuk menghadiri acara kuliah umum di Universitas Surabaya. Risma mendampingi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang datang ke Surabaya bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Kehadiran Megawati ini seolah menjadi penuntas persoalan yang dihadapi Risma. Di forum itu juga hadir Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab keresahan Risma. 

”Saya minta Bu Risma tetap teguh menjadi pemimpin Surabaya beserta Pak Whisnu untuk bekerja sama,” kata Megawati. Terkait masalah isu mundurnya Risma ataupun penetapan Whisnu yang bermasalah, Megawati menganggapnya sudah selesai.

Pengajar komunikasi politik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur, Zainal Abidin Achmad, menilai langkah Megawati itu terlambat. Seharusnya sejak awal PDI-P menjernihkan masalah ini. ”Justru yang terjadi saat ini publik tahu bahwa ada persoalan internal PDI-P,” kata Zainal.

Ia juga menilai hubungan Risma dan Whisnu, berdasarkan bahasa tubuh mereka, belum begitu cair. Saat bersama Megawati, Risma dan Whisnu duduk berdampingan dengan kaku dan jarang bicara. Aksi cium tangan yang dilakukan Whisnu terhadap Risma, kata Zainal, semata karena banyak wartawan.

Patut dipertahankan
Meski meyakini Risma masih memiliki tekanan, di mata Zainal, Risma harus fokus bekerja menata kota dan mengesampingkan tekanan politik. Toh, dukungan dari warga luar biasa banyaknya.

”Prinsipnya, orang baik seperti Bu Risma tidak boleh disia-siakan dan patut dipertahankan,” ujar Zainal.

Sejak muncul kabar Risma akan mundur pada pertengahan Februari 2014, warga Kota Surabaya mulai bereaksi. Sejumlah akademisi datang menemui Risma memberi dukungan moral.

Dukungan tidak langsung juga diberikan warga melalui surat. Ada puluhan lebih surat dukungan yang masuk dan beberapa di antaranya ditulis dengan tangan serta dilampiri buku doa.

Figur Risma juga mendorong puluhan warga Surabaya menggelar aksi jalanan spontan bertajuk #saverisma yang digalang melalui media sosial Facebook dan Twitter. 

Seusai berorasi di depan Gedung DPRD Kota Surabaya dan Balai Kota Surabaya, mereka berkumpul di bawah pohon untuk berkenalan dan bertukar nomor telepon.

”Seumur hidup saya, sulit menemukan pemimpin seperti Bu Risma,” kata Agus Purnomo, koordinator aksi tersebut. 

Agus dan kawan-kawannya sepakat tidak menelisik lebih jauh tentang tekanan politik yang dihadapi Risma. Namun, sebagai warga, mereka minta DPRD Surabaya ikut mengawal dan menjauhkan Risma dari tekanan tersebut.

Kelompok mahasiswa dari kawasan Indonesia timur yang berada di Surabaya juga turun memberikan dukungan.

Jumat (28/2/2014), mahasiswa asal Papua dan Nusa Tenggara Timur datang ke balai kota. Sebelum pamit, mereka menyanyikan lagu ”Maju Tak Gentar”.

Menurut Zainal, Risma punya rasa memiliki Kota Surabaya sehingga semua masalah dituntaskan. Warga Surabaya pun merasa memiliki dan tidak mau kehilangan Risma.

Sejak menjadi Wali Kota Surabaya, Risma telah mendapat 116 penghargaan nasional dan internasional. Penghargaan itu, antara lain, adalah Juara I Inovasi Manajemen Perkotaan kategori Penataan Pedagang Kaki Lima, Indonesia Digital Society Award (IDSA) 2013: The Best of Diamond Champion Category Government, Future Gov Award 2013, dan Adipura Kencana kategori Kota Metropolitan.

Bahkan, The City Mayors Foundation menobatkan Risma sebagai wali kota terbaik dunia pada Februari 2014. Risma dinilai berhasil membangun Kota Surabaya dan warganya secara bersamaan.

0 komentar:

Om swastyastu

Copyright © 2012 SANKARACARYA .