Membangun sekolah standar nasional

BELUM lama ini kita memperingati Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional). Bulan depan, akan ada penerimaan siswa baru baik tingkat lanjutan pertama maupun atas. Ada baiknya kita menengok kembali ke belakang dan merenung kembali fungsi pendidikan sebagai yang diinginkan oleh sistem pendidikan nasional kita.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan fungsi itu Departemen Pendidikan Nasional sebagai pemegang otoritas di dunia pendidikan Indonesia melakukan berbagai upaya, seperti meningkatkan mutu sekolah di seluruh Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional mengklarifikasi sekolah di seluruh Indonesia menjadi tiga tingkat yaitu sekolah "potensial", setelah melalui proses pembinaan sekolah ini diharapkan menjadi sekolah "mandairi" dan setelah melalui pembinaan lebih lanjut diharapkan menjadi sekolah "kemandirian".
Atau dengan rumusan lain, sekolah "potensial" menjadi calon SSN (Sekolah Standar Nasional) dan RSSN (Rintisan Sekolah Standar Nasional), kemudian dilakukan pembinaan maka statusnya naik menjadi sekolah MANDIRI, berarti sekolah yang bersangkutan telah menjadi SSN dan lalu menjadi calon atau Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Pembinaan terus dilakukan sampai RSBI ini menjadi sekolah SBI. Bagaimana kriteria status sekolah- sekolah dimaksud, digambarkan seperti berikut: Sekolah potensial, yaitu sekolah yang masih relatif banyak kekurangan/kelemahan untuk memenuhi kriteria sekolah yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UUSPN Tahun 2003 Pasal 35 maupun dalam PP Nomor 19 Tahun 2005.

Sekolah "potensial" memiliki aspek-aspek yang sama dari delapan SNP dengan SSN/SBI. Perbedaannya pada adalah cakupan, luasan, kuantitas, dan kualitas dari delapan SNP tersebut masih di bawah sekolah standar nasional atau SSN/SBI. Lebih lanjut dijelaskan mengenai kriteria sekolah tersebut baik negeri maupaun swasta seperti berikut: Semua sekolah dengan rata-rata UN yang lebih rendah daripada ratarata UN untuk kriteria Sekolah Standar Nasional (SSN) pada tahun yang sama (misalnya untuk penetapan SSN tahun 2006 persyaratan UN tahun 2004 minimal 6,33 dan UAN tahun 2005 minimal 6,50; untuk penetapan SSN tahun 2007 UN tahun 2005 minimal 6,35 dan UN tahun 2006 minimal 6,75; dan untuk tahun 2008 UN tahun 2006 minimal 6,35, dan UN tahun 2007 minimal 6,75. Khusus untuk tahun 2008/2009 persyaratannya sama dengan tahun sebelumnya.

Bagi sekolah dengan NUN yang sama dengan kriteria SSN baru, maka layak ditetapkan sebagai SSN (diajukan ke pusat untuk diverifikasi/ ditetapkan sebagai SSN pusat), setelah memenuhi persyaratan lain sebagai SSN baru.
Termasuk sekolah yang tergolong kategori cukup atau kurang di kabupaten/kota yang bersangkutan, yaitu memiliki karakteristik cukup atau kurang ditinjau dari delapan SNP (standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar manajemen, standar pembiayaan, dan standar penilaian) atau di bawah nilai baik dan amat baik. Hal ini dibuktikan dengan penilaian kinerja sekolah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota.

Bagi sekolah dengan nilai baik dan amat baik layak ditetapkan sebagai SSN (diajukan ke pusat untuk diverifikasi/ditetapkan sebagai SSN pusat), setelah memenuhi persyaratan lain sebagai SSN baru.
Upaya Departeman Pendidikan Nasional untuk meningkatkan mutu pendidikan ini patut kita acungi jempol. Siapa yang tidak bangga, jika kian bertambah umur bangsa ini kian meningkat mutu pendidikannya. Sebab yang membedakan besar- kecil, maju-terbelakangnya stuatu negara ukurannya adalah majunya pendidikan di negara tersebut. Namun begitu, upaya serius dalam meningkat pendidikan ini tidak boleh menabrak rambu-rambu.

Satu hal yang perlu menjadi perhatian kita adalah syarat menuju sekolah SSN, apalagi SBI salah satunya adalah harus satu shif (semua rombongan belajar pagi semua), kalau terpaksa maka perbandingan prosentase jumlah rombongan belajar pagi dan siang adalah 70:30. Untuk sekolah yang sekarang prosentase rombongan belajarnya 50:50 tentu mengalami kesulitan kalau tidak mau disebut kekacauan. Misalnya sebuah sekolah ruang belajarnya ada 10 ruang. Rombongan belajarnya 10 kelas pagi, 10 kelas siang. Jika ingin menjadi sekolah SSN, maka paling boleh diizinkan 10 kelas pagi 3 kelas siang. Artinya sekolah yang bersangkutan harus mengurangi 7 kelas daya tampung sekolah tersebut, kalau harus di pagikan semua maka harus dikurangi 10 kelas.

Kita bisa bayangkan apa implikasi dari ketentuan ini, benar-benar akan mengacaukan, marilah kita perhatikan hal-hal seperti berikut. Pertama, kita menghilangkan kesempatan 280 sampai 400 siswa dan masyarakat untuk menikmati fasilitas pendidikan. Bukankah sekolah itu dibangun untuk menampung masyarakat yang wajib bersekolah. Jika ini kita paksakan maka penyelenggara pendidikan telah melakukn kejahatan dalam dunia pendidikan.

Kedua, sekarang ini, karena tuntutan UU Guru dan Dosen guru harus disertifikasi. Ketentuannya guru harus mengajar 24 jam/minggu. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi kalau sekarang porsi mengajar guru 24 jam/minggu lalu dikurangi kelasnya? Ketiga, percara atau tidak di setiap sekolah itu masih cukup banyak guru honor yang sudah mengabdi sekian lama, bahkan ada seusia sekolah itu sendiri. Ketentuan ini sama artinya dengan membuang mereka secara halus. Tentu sangat tidak manusiawi. Tentu masih banyak implikasi lain yang mengacaukan pengelolaan sekolah, tapi cukuplah itu dulu yang kita kemukakan pada ruang yang terbatas ini. Sebagai saran, upaya memajukan pendidikan tentu haruslah terus menerus dilaksanakan, tapi jangan lupa kemaslahatan bersama tetap menjadi skala perioritas. hf Sukirman


Guru di SMP Negeri 267
Jakarta

0 komentar:

Om swastyastu

Copyright © 2012 SANKARACARYA .