Hati-hati dengan Teori Robert T Kiyosaki!


Pernah merasakan bangkrut? atau merasa dunia ini tampak gelap gulita?.
Saya rasanya pernah….Ketika langkah kekiri, kekanan, kedepan apalagi ke belakang menjadi serba salah dan rejeki yang diharapkan dari satu atau lebih usaha tak datang menghampiri .
Dulu saya pernah “teracuni” oleh Virus Robert T Kiyosaki , yang mengajarkan bahwa kalau ingin kaya maka segeralah keluar dari pekerjaan, buka usaha dan lihatlah hasilnya. Mentor saya yang “menteror” pikiran saya untuk segera keluar kerja adalah Purdi Candra, Pemilik jaringan bimbingan belajar Primagama. Di atas BMW X-5 nya dalam perjalanan ke Jogja ia berkali kali menegaskan bahwa apapun jabatan kita, setinggi apapun posisi kita, selama masih dalam kendali dan di gaji orang lain maka tak ada yang bisa dibanggakan. Beliau menantang saya begitu tiba dirumahnya di kawasan Mirota Godean Jogjakarta, pilih jadi pegawai saja atau menjadi kaya dengan melepas semua status palsu dengan menjadi pengusaha .
Setelah lulus dari Universitas bikinan sendiri yang dinamakan ‘Entrepreneur University’ yang digagas beliau , dan memperoleh ijazah berupa sebongkah batu bertuliskan lulusan angkatan ke-12 yang hingga kini belum saya ambil, saya memang betul betul nekat untuk tidak lagi menjadi pegawai ditambah lagi dengan alasan suasana bekerja disebuah perusahaan Minyak Raksasa yang merubah kita pegawainya hanya sebagai robot yang menjalani system kerja dan procedure yang sudah dari dulu ada.
Bekerja di perusahaan berstandard global memang melenaka , nyaman , kita terasa sebagai bagian dari masyarakat global yang memilki standard tinggi, dengan skill yang terus diasah lewat training seperti selalu lebih pintar dari orang lain dan lebih beretika dari perusahaan perusahaan saingan yang ada, padahal diluar sana ketika krisis tiba, hanya orang orang yang mampu menciptakan bukan hanya menjalankanlah yang bisa survive ketika perusahaan raksasa besar itu tumbang satu persatu oleh krisis global. Film Falling down (michael douglas), The pursuit of happiness (will smith) dan Company Man (Jamie lee Curtis) menggambarkan pelajaran hidup mengenai kesombongan kita sebagai orang bayaran yang merasa hebat yang hancur hanya oleh selembar surat PHK.
Berbekal etika dan kesombongan yang didapat dari perusahaan global, dukungan financial dari sebuah program golden shake hand dan keberanian yang diasah oleh buku Robert kiyosaki dan kicauan mentor Purdi Candra, saya membeli beberapa franshise usaha yang sudah pasti secara statistik memberi keuntungan.
Dalam sekian waktu, saya menjadi presiden direktur usaha sendiri. Ada kebanggaan dalam setiap tarikan nafas ketika melihat usaha yang dipunyai satu persatu dikunjungi orang , dibeli orang dan menghasilkan pemasukan yang minimal seimbang dengan pengeluaran.
Pindah kuadran dari E ( employee ) ke O ( Owner ) itu adalah pencapaian paripurna yang akhirnya diterjemahkan secara salah oleh saya. Dengan bekal financial yang ada dan status hidup berkelengkapan cukup , maka penyakit yang menjangkit sejak menjadi pegawai perusahaan besar Multinasional sampai pindah status terkini saat itu sebagai pemilik usaha mulai datang kembali, yaitu TERLENA dengan kenyamanan yang ada.
Bayangkan, setiap omzet yang masuk menjadi seolah hak kita sendiri , seperti halnya gaji yang diterima semasa jadi pegawai sebelumnya. Tanpa hitang hitung, uang itu mengalir menjadi barang konsumsi , pemuas lahir batin lewat berbagai macam barang kesenangan dan hiburan, mobil baru misalnya. Hujan rejeki yang turun tak ditampung dalam penampungan penampungan untuk masa kemarau tapi dibiarkan mengguyur tubuh sendiri yang terasa menyegarkan saat itu sementara air limpahan rejeki mengalir terbuang saja ke parit tak berguna.
Saat itu teori terbukti bahwa menjadi pengusaha memang bikin senang hati, mau berangkat jam berapa saja siapa yang mau memarahi. Saya bisa terbahak bahak dibelakang seseorang ketika mereka mengaku sebagai petinggi perusahaan BUMN atau Asing dengan nada bicara yang dibuat anggun sedemikian rupa agar berwibawa, padahal ia hanya hebat karena jabatannya tanpa itu ia bukan siapa siapa .
Tak dinyana, siklus sinusoidal dunia ini tetap saja tak terhindarkan. Ketika siang menjadi malam, maka siapa saja yang siap untuk mempersiapkan masa tidurnya maka akan bisa nyenyak tidur dan kembali segar pada pagi harinya dengan bertambah manfaat dalam tubuhnya. Senja selalu datang, dimana setiap produk dari usaha selalu mengikuti rumus keusangan, siapapun akan berusaha mengalahkan produk yang ada dan jika tetap saja memakai standard yang ada itu itu melulu maka akan tergilas dengan produk lain yang lebih baru dan segar.
Omzet menurun, usaha terkalahkan saingan, dan perlahan unit usaha menjadi ruang kosong, baik dari produk maupun pelanggan. Dengan omzet yang sedikit demi sedikit menurun, lalu overhead cost menanjak maka laba menjadi sesuatu yang tak kunjung membuat lega. Tagihan supplier jatuh tempo, belum lagi property sewapun harus diperpanjang, maka hari ke hari baru menyadari bahwa menjadi pengusaha itu bukan jaminan pasti hidup berlebih.
Saat semua jatuh tempo, bersamaan kondisi pasar dan klien tak lagi bertumpu pada produk kita maka gelappun datang, Omzet tak lagi sebanding dengan tagihan, kalau dibandingkan dengan tubuh maka jumlah asupan yang masuk tak sebanding dengan yang dikeluarkan, semacam Diare yang mengakibatkan Dehidrasi.
Jika sudah Dehidrasi maka manalah mungkin punya power untuk paling tidak berusaha mengakselerasi kembali segala lini . Yang ada stamina habis dan merusak kisi kisi hati serta mental, mengundang energy negative yang merusak sendi-sendi.
Kalau melihat dinding massive yang terhampar di depan pada saat sulit seperti itu, maka jika berpikir sempit maka saat itu adalah akhir dari kejayaan kita, sebuah akhir yang menurut prasangka sebagian orang mungkin sebagai titik nadir .
Dengan hati terbuka, saya pernah mengalaminya ..merasakan sakitnya ..dan meresapi berada dititik nadir itu. Tapi ketika ada dititik nadir, beruntungnya adalah jika kita tak melulu mengomeli diri ini, meski dag dig dug memikirkan akan bagaiamana sebulan kedepan maka sebelum mencapai titik itu saya merasa dilenturkan oleh Tuhan yang Maha Besar, dengan kelenturan maka bantingan di titik nadir justru membalikkan posisi pantulan menjadi lebih jauh dari titik asal. Salah satu kuncinya adalah menjaga hati keluarga dan Sahabat termasuk Relasi.
Dalam keadaan gelap gulita, saya mengunjungi seorang teman yang usahanya terbakar habis di rusuh mei 98 , namun ia tak tampak gundah meski tempat usahanya dikawasan barat Jakarta hilang rata dengan tanah dalam satu hari. Sambil mentertawai kondisi saya kala itu , ia menasehati:
“Bagi orang yang menjalankan kebaikan , tidak ada istilah Bangkrut . Bangkrut hanya terjadi pada orang yang kehilangan seluruh kepercayaan orang lain dan kehilangan seluruh keyakinan pada diri sendiri. Jika Usaha tutup, perusahaan collapse, jualan tak laku, maka itu bukan kebangkrutan namun hanya mengalami kerugian. Selama teman mempercayai, relasi bisnis memahami,keluarga mendukung dan kepercayaan diri masih terjaga maka tempat usaha dan produk menjadi nomor sekian, akan selalu ada yang bisa kita jual dan tawarkan meski awalnya itu bukan barang sendiri. Bangkrut itu adalah berarti ditinggalkan oleh orang yang membeli dan tak dipercaya lagi oleh pemilik barang yang kita salurkan ke pembeli . Tuhan lah pemilik semuanya!”
Jawaban di pertanyaan awal pernahkah mengalami kebangkrutan? akhirnya memang harus saya ralat , karena nyatanya saya masih saja bisa menghidupi anak istri dan paling tidak melanjutkan hidup dengan kondisi saat ini , meskipun langkahnya harua terbalik dari O menjadi E.
Yang hilang dari saya akhirnya adalah, hilangnya rasa sombong menjadi seseorang yang merasa menduduki jabatan di sebuah perusahaan besar atau kecil, lokal atau asing atau pemilik usaha besar atau kecil. Karena disadari begitu kesombongan itu datang tanpa persiapan maka saya hanya akan menunggu momentum hantaman surat PHK yang bisa saja tiba-tiba datang ke sudut meja kerja atau terhentinya order dari para konsumen pelanggan saya.
Siapapun kita, menjadi Pegawai atau Pengusaha, bukanlah sebuah dikotomi yang menunjukkan kelas sebagai symbol kesuksesan atau kegagalan. Kesuksesan hidup di ukur pada kesiapan kita dalam menjalani siang atau malam, Siapapun yang tetap tersenyum dikala senja dan menjalani malam yang gelap gulita dengan ketenangan lalu bangun pagi dengan penuh kesegaran, dialah pemilik kesuksesan itu.
Saya ini orang sukses atau bukan? hanya waktu yang berbicara karena kedepannya saya tak tahu kapan malam akan tiba. Yang penting , saya pernah mendapatkan pelajaran dari apa yang dirasa beberapa tahun silam dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Tentu saja saya masih penasaran oleh tantangan yang dituliskan oleh Robert T kiyosaki dan ucapan Purdi Candra bahwa cara menjadi kaya adalah dengan menjadi pengusaha. Suatu saat saya akan membuktikannya dengan memperbaiki dan menghindari segala kesalahan yang pernah di buat dulu . Insya Allah saya tak takut untuk Menjadi Pengusaha , karena memang tak akan bangkrut sepanjang di jalan yang baik!
Rencana jangka pendek saya adalah , saya tak lagi boleh takut dengan apa yang dinamakan dengan Surat PHK. Pesan untuk diri saya meminjam jargon Rene Suhardono :
“ YOUR JOB IS NOT YOUR CAREER , maka hentikan kesombongan tentang siapa kita dan nikmatilah bekerja dalam siang , tidur lelap dalam malam dan bagun pagi dengan kesegaran tambahan “

0 komentar:

Om swastyastu

Copyright © 2012 SANKARACARYA .